KURIKULUM PAI
DALAM PROSES PEMBELAJARAN
I. PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Kehidupan dan peradaban manusia mengalami
banyak perubahan.
Dalam merespon fenomena tersebut, manusia berpacu mengembangkan pendidikan di
segala bidang ilmu termasuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun
bersamaan dengan itu muncul sejumlah krisis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akibatnya,
peranan serta efektivitas pendidikan agama di sekolah sebagai pemberi nilai
spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat dipertanyakan. Dengan asumsi jika
pendidikan agama dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat pun akan
lebih baik.
Kenyataannya,
seolah-olah pendidikan agama dianggap kurang memberikan kontribusi kea rah itu.
Setelah ditelusuri, pendidikan agama menghadapi beberapa kendala, antara lain:
waktu yang disediakan hanya sedikit, sementara muatan materi yang begitu padat
dan memang penting, yakni menuntut pemantapan pengetahuan hingga terbentuk
watak dan kepribadian yang berbeda jauh dengan tuntutan terhadap mata pelajaran
lainnya.
Memang
tidak adil menimpakan tanggung jawab atas munculnya kesenjangan antara harapan
dan kenyataan
itu kepada pendidikan agama di sekolah, sebab pendidikan agama di sekolah
bukannya satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan
kepribadian siswa. Apalagi dalam pelaksanaan pendidikan agama tersebut masih
terdapat kelemahan-kelemahan yang mendorong dilakukannya penyempurnaan terus
menerus.
Kelamahan
lain, materi Pendidikan Agama Islam, termasuk bahan ajar Akhlaq. Lebih terfokus
pada pengayaan pengetahuan (Kognitif) dan minim dalam pembentukan sikap
(Afektif) serta pembiasaan (Psikomotorik). Kendala lain adalah kurangnya
keikutsertaan guru mata pelajaran lain dalam memberi motivasi kepada peserta
didik untuk mempraktekkan nilai-nilai pendidikan agama dalam kehidupan
sehari-hari. Lalu lemahnya sumber daya guru dalam pengembangan pendekatan dan
metode yang lebih variatif, minimnya berbagai sarana pelatihan dan
pengembangan, serta rendahnya peran serta orang tua.
Dalam
proses mengajar, terdapat berbagai indikator dan Kompetensi Dasar yang mestinya
berfungsi sebagai acuan oleh guru. Pada dasarnya, guru perlu menyiapkan segala
sesuatu yang akan membantunya dalam penyampaian materi kepada para siswa.
Sehingga siswa akan dengan mendalam memahami serta dapat mengejawantahkannya.
Dari
pemaparan di atas, kali ini penulis akan membahas di dalam makalah ini mengenai
Kurikulum PAI dalam Proses Pembelajaran.
- Rumusan Masalah
Dalam
kesempatan ini, penulis akan menyajikan beberapa permasalahan yang menjadi
titik tolak terkait dengan pembahasan mengenai Kurikulum PAI dalam Proses
Pembelajaran. Beberapa rumusan masalah tersebut antara lain:
1.
Bagaimana Kurikulum Pendidikan Islam itu?
2.
Apa Saja yang Meliputi Proses Pembelajaran?
II. PEMBAHASAN
A.
Kurikulum
Pendidikan Islam
Dapat
dipahami bahwa orientasi pendidikan Islam memiliki keterkaitan dengan pemahaman
akan fungsi keberadaan manusia di muka bumi, yakni sebagai khalifah. Agar fungsi kekhalifahan ini berjalan sempurna, peran
ilmu pengetahuan sangat diperlukan guna menjaga hubungan manusia dan Khaliqnya (Hablumminallah), hubungan manusia dengan manusia (Hablumminannaas), dan hubungan dengan
alam sekitar (Hablumminalalam).
Orientasi
kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya perlu pengembangan ketiga aspek di
atas, yang mempunyai proyeksi yang bersifat inovatif, bukan semata-mata
melestarikan apa yang ada, tidak pasif serta dogmatis. Hal ini relevan dengan
harapan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a, yakni:
“didiklah anak-anak kalian tidak seperti yang
didikkan kepada kalian sendiri, karena ia diciptakan untuk generasi zaman yang
berbeda dengan generasi zaman kalian.”
Harapan
tersebut menunjukkan bahwa konsep kurikulum pendidikan Islam mempunyai
jangkauan ke masa depan bagi anak didik, yakni berupaya menciptakan suatu sosok
kepribadian yang mendukung melalui pendidikan. Pengembangan sosok pribadi yang
dikehendaki tersebut bisa dicapai melalui kurikulum pendidikan Islam, yakni
menyangkut bahan atau jenis mata pelajaran yang diberikan kepada anak didik
yang terhimpun dalam kurikulum pendidikan Islam.[1]
Di
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu
bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di madrasah adalah
Pendidikan Agama Islam, yang dimaksudkan untuk membenyuk peserta didik menjadi
manusi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia.
Pendidikan
Agama Islam terdiri atas empat mata pelajaran yaitu:
1.
Al-Qur’an Hadits
Al-Qur’an Hadits
merupakan sumber utama ajaran Islam, dalam arti ia merupakan sumber akidah, syari’ah
(ibadah, mu’amalah), sehingga kajiannya berada di setiap unsur tersebut.
2.
Akidah
Akhlak
Akidah merupakan ushuluddin atau keimanan merupakan akar
atau pokok agama. Akhlak merupakan aspek sikap hidup atau kepribadian hidup
manusia dalam arti bagaiman sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (mu’amalah) itu menjadi sikap hidup dan kepribadian hidup manusia
dalam menjalankan sistem kehidupannya (politik, ekonomi, sosial, pendidikan,
kekeluargaan, kebudayaan atau seni, iptek, olahraga atau kesehatan, dan
lain-lain) yang dilandasi oleh akidah yang kokoh.
3.
Fikih
Syari’ah atau Fikih
merupakan sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, sesame
manusia dan dengan makhluk lainnya. Syari’ah atau Fikih (ibadah dan mu’amalah)
dan akhlak bertitik tolak dari akidah yakni sebagai manifestasi dan konsekuensi
dari akidah (keimanan dan keyakinan hidup).
4.
Sejarah Kebudayaan Islam
Merupakan perkembangan
perjalanan hidup manusia muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyari’ah (beribadah dan
bermu’amalah) dan berakhlak serta dalam mengembangkan sistem kehidupannya yang
dilandasi oleh akidah.
Pendidikan
Agama Islam memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Al-Qur’an Hadits
menekankan pada kemampuan baca tulis yang baik dan benar, memahami makna secara
tekstual dan kontekstual serta mengamalkan kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Akidah
menekankan pada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau keimanan
yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Asma’ul Husna. Aspek
Akhlakmenekankan pada pembiasaan untuk melaksanakan akhlak terpuji dan menjauhi
akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Fikih menekankan pada
kemampuan cara melaksanakan ibadah dan mu’amalah yang benar dan baik. Aspek
Sejarah Kebudayaan Islam menekankan pada kemampuan mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa
bersejarah (Islam), meneladani tokoh berprestasi dan mengaitkannya dengan
fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek, dan seni dan lain-lain untuk
mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.[2]
B. Proses Pembelajaran
Kurikulum
merupakan titik tolak untuk melaksanakan proses pembelajaran. Bukan karena sebab,
karena kurikulumlah yang menjadi pedoman atas segala aktivitas pembelajaran
yang dilakukan oleh sang guru. Segala aspek akan selalu bermuara pada kurikulum
yang ada. Yang dimaksud pengembangan kurikulum yakni proses yang menentukan
akan seperti apa dan bagaimana kurikulum itu akan terlaksana.
Proses
pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,
sumber belajar dan penilaian hasil belajar (PP No. 19 TAHUN 2005 Pasal 20).
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata pelajaran
tema tertentu yang mencakup Standart Kompetensi, Kompetensi Dasar, materi
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber / bahan/ alat
belajar. Sementara itu, RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasara yang
ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.
Lingkup
rencana pembelajaran paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri
atas satu indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Silabus untuk setiap
mata pelajaran dikembangkan oleh guru-guru Madrasah
Aliyah melalui Workshop penyusunan
silabus dan RPP dan atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Madrasah yang berisi standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok / pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.[3]
Silabus
mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang disediakan untuk
mata pelajaran selam penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Selain itu juga memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per semester, per
tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok. Implementasi
pembelajaran per semester menggunakan penmggalan silabus sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi dasar untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang
tersedia pada struktur kurikulum.
Prinsip
pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran adalah sebagai berikut:
1.
Ilmiah
Keseluruhan materi dan
kegiatan yang menjadi muatan dalm silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan
secara keilmuan.
2.
Relevan
Cakupan, kedalaman,
tingkat kesukaran dan urutan
penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, social, emosional, dan spiritual peserta didik.
3.
Sistematis
Komponen-komponen
silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4.
Konsisten
Adanya hubunagan yang
konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5.
Memadai
Cakupan indikator,
materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6.
Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator,
materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi.
7.
Fleksibel
Keseluruhan komponen
silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang
terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.
8.
Menyeluruh
Komponen silabus
mencakup keseluruhan ranah kompetensi (Kognitif, Afektif, Psikomotorik).[4]
Mengingat
perencanaan pembelajaran merupakan tahapan penting menuju terlaksananya
pembelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran, hal itu perlu dipersiapkan
denga baik. Selain itu, sebagai bagian dari dokumen KTSP, silabus dan RPP perlu
dipersiapkan secara cermat agar dapat dijadikan acuan pembelajaran dan bukan
sekedar “dokumen mati” kelengkapan KTSP di sekolah. Untuk penyegaran dan pendalaman,
berikut ini diulas secara singkat bagaimana memahami dan mengembangkan komponen
silabus dan RPP dalam pembelajaran yang mencakup:
1.
Memahami Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD)
Standar
Kompetensi mata pelajaran adalah bagian dari Kompetensi lulusan, yakni batas
dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan oleh siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu. Dilihat cakupan
materi dan kata kerja yang digunakan, Standar Kompetensi masih bersifat umum,
sehingga perlu dijabarkan menjadi sejumlah Kompetensi Dasar, yaitu kemampuan
minimal pada tiap mata pelajaran yang harus dicapai siswa. Kompetensi yang
dimiliki siswa harus dapat didemonstrasikan untuk menunjukkan keberhasilan
belajar siswa.[5]
Sebagai
kompetensi minimal, SK dan KD masih perlu ditambah, diperluas, dirinci dan
diperdalam untuk menuju kompetensi maksimal. Pencapaian sebuah KD dan
menentukan keberhasilan penentuan SK. Pencapaian
SK akan menentukan keberhasilan
SKL mata pelajaran.
Sekali
lagi, SK dan KD dalam standar isi terbuka untuk ditambah dan dijabarkan
sehingga menjadi lebih lengkap, rinci, dan mendalam menuju kompetensi maksimal.
Dalam rangka melengkapi, merinci dan mendalami SK dan KD rambu-rambu yang perlu
diperhatikan adalah acuan operasional penyusun KTSP. Diantaranya: tuntutan
dunia kerja, kebutuhan pembangunan daerah dan nasional, dan keragaman potensi.
Bila ingin menambah SK dan KD baru, SK dan KD minimal dalam standar isi harus
diselesaikan terlebih dahulu, kecuali SK dan KD itu prasyarat.
SK
dan KD setiap mata pelajaran idealnya dipahami guru disemua jenjang sekolah,
terutama guru pada jenjang yang lebih tinggi. Sebagai contoh guru mata
pelajaran Qur’an hadits MTs harus tahu SK dan KD Qur’an Hadits untuk MI dan MA,
agar kegiatan dan pengalaman pembelajaran yang diberikan kepada siswa lebih
tepat, yakni tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Bahkan sangat baik
bila guru atau sekelompok guru dengan suka rela membuat perjenjangan jabaran
isi SK dan KD. Mulai dari MI sampai dengan MA, terutama MTs-MA.
Peluang tumpang tindih KD di MTs dan MA lebih besar mengingat pada kedua
jenjang sekolah itu. Inti standar isi banyak yang bersinggungan. Apabila tidak
dipahami dengan baik, tidak tertutup kemungkinan pembelajaran di MTs lebih
mendalam dan lebih luas dari pada di MA. [6]
2.
Menjabarkan
Indikator Pencapaian KD
Keberadaan
indikator dalam kurikulum memang beberapa kali mengalami pasang surut. Dalam
perkembangan awalnya, indikator dicantumkan dalam kurikulum. Dalam perkembangan
terbaru, standar isi hanya berisi standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Penjabaran kompetensi dasar menjadi indikator sepenhnya diserahkan kepada guru.
Melalui kebijakan ini diharapkan guru benar-benar dapat merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan konteks sekolah masing-masing tanpa
harus terbelenggu oleh indikator yang ditetapkan oleh BSNP.
Indikator
adalah tanda-tanda yang dapat digunakan untuk menentukan atau mengukur
ketercapaian KD. Indikator berisi perilaku bawahan atau jabaran perilaku yang
terdapat dalam KD. Indikator harus rinci, spesifik dan mudah diukur tingkat
ketercapaiannya.
Indikator
dapat dijabarkan dan dirumuskan dengan baik bila guru menguasai secara mendalam
perilaku utama yang terkandung dalam KD. Perilaku urtama dalam KD dapat ditangkap dengan baik
bila guru menguasai secara mendalam teori yang terkait dalam perilaku utama
dalam KD tersebut. Berapa banyak indikator hasil jabaran dari suatu KD? Tidak
ada ketentuan pasti. Rambu-rambunya relevan dengan kelas / jenjang sekolah dan
kebutuhan siswa untuk menyelesaikan studi, melanjutkan studi, mempersiapkan
diri memasuki dunia kerja, dan belajar sepanjang hayat di tengah masyarakat.
Indikator wajib ada dalam silabus, tetapi tidak wajib ada dalam RPP adalah:
tujuan pembelajaran, alat / bahan / sumber pembelajaran dan penilaian.
Indikator
dapat memudahkan guru mengukur atau mengetahui ketercapaian KD. Oleh karena
itu, indikator juga dapat dimanfaatkan sebagai:
a.
Acuan dalam pengembangan instrument asesmen
b.
Acuan dalam pemilihan / pengembanga bahan ajar
c.
Acuan dalam penentuan kegiatan / pengalaman
pembelajaran
d.
Acuan dalam penentuan alat / bahan / media / sumber
belajar.[7]
3.
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran merupakan salah astu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam
merencanakan pembelajaran. Sebab segala kegiatan pembelajaran muaranya pada
tercapainya tujuan tersebut. Penerapan tujuan pembelajaran dimaksudkan untuk
meningkatakan mutu pembelajaran.[8]
Tujuan
pembelajaran merupakan komponen yang wajib ada dalam RPP. Apa perbedaan indicator
pembelajaran dan tujuan pembelajaran? Apabila dicermati dalam dokumen BSNP,
tujuan pembelajaran merujuk pada Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP) atau Tujuan
Intruksional (TIK) sebagaimana telah dikenal selama ini. Sementara itu, indikator
pembelajaran merujuk pada tanda-tanda yang dapat digunakan untuk melihat
ketercapaian KD. Indikator yang telah rinci dapat dimanfaatkan secara langsung
untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Akan tetapi bila indicator itu masih
dapat dirinci lagi (kurang rinci) tujuan pembelajaran masih harus dijabarkan
lagi indicator yang menjadi acuannya. Dalam silabus tidak perlu dicantumkan
komponen tujuan pembelajaran, tetapi cukup indikator. Sementar itu, dalam RPP
wajib dicantumkan tujuan pembelajaran.[9]
Dalam
proses pembelajaran dikenal beberapa istilah di antaranya adalah strategi
pembelajaran perlu diperhatikan guna dalam proses pembelajaran. Strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Paling
tidak ada 3 jenis strategi dalam pembelajaran yakni strategi pengorganisasian
pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran dan strategi pengelolaan
pembelajaran.[10]
Ada
4 unsur strategi dari setiap usaha:
a.
Mengidentifikasi dan menetapkan spesikfikasi dan
kualifikasi hasil (output) dan
sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan
selera masyarakat yang memerlukannya.
b.
Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran.
c.
Mempertimbangkan dan menetapakan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik
awal sampai dengan sasaran.
d.
Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran untuk
mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha.
Jika
kita terapkan dalam konteks pembelajaran, ke empat unsur tersebut adalah:
a.
Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan
pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
b.
Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran
yang dipandang paling efektif.
c.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau
prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
d.
Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku
keberhasilan.[11]
4.
Mengembangkan Materi Pembelajaran
Menurut
Kozma, banyaknya materi yang harus diajarkan dengan waktu yang terbatas
merupakan masalah yang sering dihadapi oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien, guru
dituntut memiliki kemampuan dalam memilih dan mengorganisasikan materi
pembelajaran secara tepat.
Kesulitan
guru dalam memilih dan mengorganisasikan materi disebabkan kurikulum dan
silabus sebagai pedoman penyusunan materi hanya memuat pokok-pokok materi.
Selanjutnya guru dituntut mampu menjabarkan pokok-pokok materi itu secara
rinci. Tugas ini akan dapat dilakukan oleh guru jika ia memiliki kompetensi
yang baik dalam memilih dan mengorganisasikan materi pembelajaran.
Untuk
dapat memilih dan mengorganisasi materi, perlu diuraikan konsep dan klasifikasi
materi terlebih dahulu. Menurut kemp, materi pelajaran merupakan gabungan
antara:
a.
Pengetahuan tentang fakta dan informasi
b.
Keterampilan tentang langkah-langkah, prosedur, dan
keadaan
c.
Sikap.
Berangkat
dari pendapat di atas berarti materi pembelajaran itu merupakan satu kesatuan
materi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap.[12]
Materi
pembelajaran adalah fakta, konsep, prinsip, model, prosedur atau gabungan dari
dua atau lebih jenis materi tersebut yang dihadirkan guru dalam pembelajaran
untuk membantu siswa mempelajari dan menguasai kompetensi tertentu yang
ditetapkan.[13]
5.
Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran diciptakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
siswa. Kegiatan pembelajaran disiapkan untik membantu siswa mencapai tujuan
pembelajaran. Ketercapaian tujuan pembelajaran dilihat dari beberapa banyak
indikator yang ditetapkan bias dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran yang
bermakna akan berdampak luas kepada pemahaman siswa, antara lain mereka bukan
hanya hafal dan paham terhadap sesuatu yang dipelajari tetapi juga dapat
menerapkan dan mentransfer untuk kepentingan lain terhadap kehidupannya.
Bagaimana
cara mengembangkan kegiatan pembelajaran? Pastikan jawaban indikator tepat,
sesuai dengan jiwa dan arah KD. Setelah itu, pilihlah pembelajaran yang kaya
dan bervariasi sehingga memungkinkan pencapaian sejumlah indikator secara lebih
cepat dan tepat. Pilihlah kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan dan
meningkatkan serta memelihara budaya membaca dan menulis (Permen 19/2005).
Pilihlah dan gunakan pendekatan pembelajaran dengan tepat, yakni dapat
mengembangkan seluruh potensi siswa secara optimal. Pilihlah pendekatan
pembelajaran yang benar-benar dipahami dan fungsional serta hindari penggunaan
pendekatan yang hanya adu gengsi karena sang populer. Lakukan pula kegiatan
pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan berbahasa
secara terpadu, sehingga memungkinkan siswa berinteraksi dengan wacana secara
optimal. Kegiatan pendahuluan, inti dan penutup rencanakan dan laksanakan
secara konsisten. Akhirnya secara umum, pembelajaran yang merangsang dan
mengondisikan siswa banyak membaca, berpikir, dan menulis sangat diharapkan
dapat dilaksanakan guru di sekolah. Untuk itu, modus pelaksanaannya dapat
disesuaikan dengan konteks kelas masing-masing.[14]
6.
Memilih dan Memanfaatkan
Alat Bantu / Media / Sumber
Belajar
Kelancaran
dan efektivitas pembelajaran antara lain didukung oleh kehadiran alat Bantu /
media / sumber belajar yang tersedia. Ketersediaan alat Bantu / media / sumber
belajar memungkinkan siswa dapat belajar lebih baik, lebih intensif, dan lebih
banyak potensi yang dikembangkan. Oleh karena itu, alat Bantu / media / sumber
belajar dihadirkan dengan tepat.
Lebih
lanjut alat Bantu / media / sumber belajar perlu dimanfaatkan secara sinergis
untuk mengoptimalkan pembelajaran. Sekalipun saat ini telah banyak alat Bantu /
media / sumber belajar yang canggih, alat Bantu mengajar (papan tulis,
penghapus, kapur/spidol) tetap diperlukan dalam pembelajaran. Memang media
pembelajaran (OPH, LCD dan sejenisnya) semakin memudahkan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran. Akan tetapi media itu juga bukan segalanya.
Penciptaan kondisi yang dapat mendorong siswa banyak membaca, berpikir dan
menulis tetap lebih diutamakan.[15]
Penggunaan media pembelajaran memiliki karakteristik
beberapa fungsi, diantaranya:
a.
Media sebagai Sumber Belajar
Media sebagi sumber
belajar maksudnya media yang digunakan oleh guru dapat berfungsi sebagai tempat
dimana bahan pembelajaran itu berada. Wujud media pembelajaran sebagai sumber
belajar dapat berupa manusia, benda, peristiwa yang memungkinkan peserta didik
memperoleh bahan pembelajarannya.
b.
Media sebagai Alat
Bantu
Media pembelajaran
sebagai alat Bantu maksudnya media mempunyai fungsi untuk membantu guru dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Dengan media pembelajaran, guru dapat
menyampaikan materi lebih menarik. Dengan bantuan media pembelajaran, siswa
akan mudah memahami materi yang dipelajari.[16]
Pemilihan
media pelajaran agama disesuaiakan dengan tujuan pengajaran agama itu sendiri
bahan atau materi yang akan disampaikan, ketersediaaan alat, pribadi guru,
minat dan kemampuan siswa, dan situasi pengajaran yang akan berlangsung. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan media bukan sekedar upaya membantu
guru dalam mengajar, tetapi lebih dari itu sebagai usaha yang ditujukan untuk
memudahkan siswa dalam mempelajari pengajaran agama. [17]
Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar
terdapat pada:
- Buku pelajaran yang sengaja disiapkan dan berkenaan dengan mata ajaran tertentu. Bahan-bahan tersebut dapat berupa sumber pokok dan atau sumber pelengkap. Pemilihan buku-buku sumber telah ditetapkan dalam pedoman kurikulum dan berdasarkan pilihan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.
- Pribadi guru sendiri pada dasarnya merupakan sumber tak tertulis dan sangat penting serta sangat kaya dan luas, yang perlu dimanfaatkan secara maksimal. Itu sebabnya, guru-guru senantiasa diminta agar terus belajar untuk memeperkaya dan memperluas serta mendalami ilmu pengetahuan, sehingga pada waktunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan belajar yang berdaya guna bagi kepentingan proses belajar siswa.
- Sumber masyarakat, juga merupakan sumber yang paling kaya bagi bahan belajar siswa. Hal-hal yang tidak tertulis dalam buku dan belum terkuasai oleh guru, ternyata ada dalam masyarakat berupa objek, kejadian, dan peninggalan sejarah. Hal-hal tersebut dapat digunakan sebagai bahan belajar. Untuk itu, guru perlu menyiapkan program pembelajaran dalam upaya memanfaatkan masyarakat sebagai sumber bahan belajar bagi siswanya.[18]
Alat
Bantu / media / sumber belajar yang diperlukan harus ditulis secara rinci dan
jelas. Misalnya, untuk sumber belajar yang berupa buku perlu dicantumkan judul
buku, pengarang, penerbit, dan nomor halaman agar pihak lain yang membutuhkan
dapat melacak dan menemukan dengan mudah. Informasi yang jelas mengenai alat
Bantu / media / sumber belajar yang digunakan dalam RPP juga menunjukkan bahwa
pembuat RPP sangat bertanggung jawab terhadap sumber-sumber yang digunakan.
7.
Mengembangkan Beragam Instrumen Asesmen
Asesmen
(assessment) adalah seluruh proses
untuk mengumpulkan informasi terkait dengan kemajuan proses dan hasil belajar
siswa. Dengan demikian, tes termasuk instrument asesmen. Rambu-rambu menulis
karya ilmiah untuk mendorong dan memandu siswa praktik menulis karya ilmiah
juga termasuk instrument asesmen. Petunjuk dan kerangka karangan yang
disediakan untuk membantu siswa berproses menghasilkan tulisan atau kerangka juga
termasuk instrument asesmen. Pelaksanaan berbagai jenis tes atau non tes
termasuk wilayah asesmen, yakni bagian dari proses mengumpulkan informasi untuk
untuk mengetahui kemajuan proses dan hasil belajar.
Lembar jawaban siswa, catatan pengamatan, rekaman
hasil wawancara, karya ilmiah yang dihasilkan siswa atau bentuk tulisan lain
yang dihasilkan siswa akan dibaca dan dicermati guru dan pada akhirnya diberi
skor. Proses memberi skor terhadap hasil tes, hasil menulis ilmiah atau
kegiatan menulis lainnya, atau memberi skor terhadap hasil pengamatan atau
wawancara semua itu termasuk kegiatan pengukuran (measurement). Untuk melakukan pengukuran, guru perlu menyiapkan
kunci jawaban, rambu-rambu jawaban, rubrik pengukuran tulisan atau instrumen
pembantu lainnya.[19]
III. PENUTUP
- Kesimpulan
Dari
penjelasan-penjelasan di atas kaitannya mengenai Kurikulum PAI dalam Proses
Pembelajaran, maka penulis akan menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mencapai tujuan tersebut, salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh
peserta didik di madrasah adalah Pendidikan Agama Islam, yang dimaksudkan untuk
membenyuk peserta didik menjadi manusi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
2.
Proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran yang sekurang-kurangnya meliputi tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
3.
Prinsip pengembangan silabus untuk setiap mata
pelajaran antara lain: Ilmiah, Relevan, Sistematis, Konsisten, Memadai, Aktual
dan Kontekstual, Fleksibel, dan Menyeluruh.
4.
Untuk penyegaran dan pendalaman, bagaimana memahami dan
mengembangkan komponen silabus dan RPP dalam pembelajaran yang mencakup:
a.
Memahami Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar
(KD)
b.
Menjabarkan Indikator Pencapaian KD
c.
Merumuskan Tujuan Pembelajaran
d.
Mengembangkan Materi Pembelajaran
e.
Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
f.
Memilih dan Memanfaatkan
Alat Bantu / Media / sumber
Belajar
g.
Mengembangkan Beragam Instrumen Asesmen.
- Saran
Demikianlah makalah
yang dapat disajikan penulis. Tentunya penulis sadar bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik, opini dan saran selalu
penulis harapkan, agar semakin memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik,
Arruz, Yogyakarta, 2007
Asnawir, Basiruddin Utsman, Media Pembelajaran, Ciputat Pers, Jakarta, 2002
Hamzah B.
Uno, Perencanaan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta, 2008
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) MA NU Ibtida’ul Falah Tahun 2007-2008
Muzdalifah, Psikologi
Pendidikan, STAIN Kudus, Kudus, 2008
Oemar
Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta, Bumi
Aksara, 2005
Standart Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab
Suwardi, Manajemen Pembelajaran, STAIN Salatiga
Press, Salatiga, 2007
File://H:/Kumpulan%Makalah.htm
[1]
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktik, Arruz, Yogyakarta,
2007, hlm. 62.
[2]
Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran Pendidikan agama islam
dan Bahasa Arab, hlm. 19.
[3]
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) MA NU Ibtida’ul Falah Tahun
2007-2008, hlm. 218.
[4] Ibid, hlm. 219.
[5]
Suwardi, Manajemen Pembelajaran,
STAIN Salatiga Press, Salatiga, 2007, hlm. 37-38.
[6]
Muzdalifah, Psikologi Pendidikan,
STAIN Kudus, Kudus, 2008, hlm. 269.
[7] Ibid, hlm. 271.
[8]
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran,
Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hlm. 34.
[9]
Muzdalifah, Op. Cit, hlm. 272.
[10]
Hamzah B. Uno, Op. Cit, hlm. 45.
[11]
File://H:/Kumpulan%Makalah.htm
[12]
Suwardi, Op. Cit, hlm. 43-44.
[13]
Muzdalifah, Op. Cit, hlm. 273.
[14] Ibid, hlm. 273-274.
[15]
Oemar Hamalik, Kurikulum dan
Pembelajaran, Jakarta,
Bumi Aksara,
2005, hlm. 70.
[16]
Suwardi, Op. Cit, hlm. 76.
[17]
Asnawir, Basiruddin Utsman,
Media Pembelajaran, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hlm. 121.
[18]
Oemar Hamalik, Loc. Cit.
[19]
Muzdalifah, Op. Cit, hlm. 275.